Minggu, 01 Mei 2016

Sejarah Patung Massa di Kab. GOWA

Pernah melihat Patung Massa di Kabupaten Gowa? Ternyata patung ini punya sejarah yang menarik. Jika Anda hendak ke Kabupaten Gowa, Sulsel. Anda akan menemukan patung itu di pertigaan Paccinongang yang menitiktemukan  jalan Ko'bang, Samata dan Sungguminasa.
Jika dilihat pada patung itu, ada dua warga berpakaian biasa, memakai peci sedang mengayunkan benda tajam ke arah pelaku. Satunya lagi, diperagakan sebagai hansip yang sedang menghantamkan pentungan ke pelaku yang terduduk sembari mengangkat tangan, seperti meminta ampun.
Tergugah dengan muasal patungnya, penulis pun mendatangi warga sekitar Kelurahan Tombolo, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Dinilai cocok sebagai referensi, sebab warga sekitar, hidup dan berkembang di sekitar patung tersebut, otomatis beragam versi sejarah bisa ditilik.
Banyak versi memang, seperti, terbetik kabar jika konon ada seseorang yang dimassa atau dikeroyok hingga tewas. Pula patung itu sekadar simbolisasi untuk mengenang orang yang telah dikeroyok. Paling menarik, patung itu dibuat untuk menakuti penjahat, jika masuk, maka dia paling tidak akan dikeroyok dan masih banyak lagi.
Sebelum Patung Massa dibangun, ada hiasan jam yang dibuat dari beton di tengah jalan. Posisi jam tersebut, sama persis dengan posisi yang berada tepat di Patung Massa saat ini.
"Kalau saya tidak salah, sebelum ada Patung Massa, dulunya berdiri jam yang terbuat dari beton. Saya tidak tahu kapan jam itu dibangun. Tetapi, yang saya ingat, Patung Massa berdiri sekisar tahun 90-an," ungkap Muh Daeng Unjung, Jumat (29/4/2016).
Daeng Unjung menetap tepat di depan Patung Massa. Dibeberinya, sekira tahun 90-an, Patung Massa dibangun untuk memberi efek jera kepada setiap pelaku tindak kejahatan yang sering meresahkan warga, kala itu.
Saking maraknya tindak kejahatan di Kabupaten Gowa hingga Kota Makassar waktu itu. Banyak terbentuk kelompok massa, bahkan sampai ke dalam desa yang berguna membantu aparat membasmi atau mengurangi kejahatan.
"Banyak preman dulu. Kerjanya keluar masuk penjara. Seperti kebal hukum. Makanya banyak masyarakat yang resah," katanya.
Olehnya, dimunculkan gagasan untuk membangun patung yang dirancang dengan menyerupai orang yang sedang dikeroyok. "Penggagasnya sendiri adalah Camat Sumbaopu medio 90-an, Haji Haruna," kata Daeng Unjung.
Pembangunan Patung Massa pun tidak langsung disetujui semua pihak. Ada yang menolak. Ulama setempat contohnya, ia beralasan nilai estetika Patung Massa tidak manusiawi.
"Pada dasarnya terlihat tidak manusiawi, tapi apa mau dikata, saat itu Pak Haruna yang berkuasa di daerah sini. Jadi kita ikuti saja, serta dia sudah memberi pernyataan, 'jika ada apa-apa, saya yang bertanggung jawab' itu kata Pak Haruna," lanjutnya.
Toh meski begitu, Patung Massa tetap dibangun. Namun patung tetaplah patung, hanya simbol yang sebagian orang menganggapnya tak punya makna. Kejahatan malah makin menjadi-jadi dan tak terbendung. Meski telah banyak pelaku kejahatan yang dikeroyok atau dibakar hidup-hidup, tak menggentarkan orang berbuat jahat.
"Meskipun sudah ada Patung Massa, sebagai gambaran pencuri yang kedapatan akan dikeroyok oleh warga, tetap saja masih ada tindak kejahatan, bahkan sekarang lebih sadis," keluhnya.
Terakhir, ia berharap, Patung Massa akan selalu memberikan contoh bagi banyak orang yang berniat melakukan tindak kejahatan.
"Kalau mengenai harapan, sama seperti dulu waktu awal mula berdirinya Patung Massa. Pastinya, tindak kejahatan bisa berkurang. Sehingga, tidak ada lagi yang dikeroyok hingga tewas," tukas Daeng Unjung.

0 komentar:

Posting Komentar